Hari ini saya lagi bertekad mengajarkan kembali si kecil "tentang warna". Dulu sih sudah pernah mencoba memperkenalkan saat usianya 15 bulan, tapi sepertinya saat itu hanya membeo, belum benar-benar paham akan perbedaan warna. Ternyata warna yang dia bisa cuma pink dan jingga, selebihnya terbalik-balik. Terutama warna hijau, selalu yang ditunjuk warna biru. Ups, pikiran si emaknya ini sudah macam-macam, "jangan-jangan si kecil buta warna?"
Buta warna, penyakit yang satu ini memang tidak membahayakan tapi bisa menggelisahkan orang tua si anak yang menderita. Masih teringat jelas saat dulu mendapati beberapa anak yang baru tahu kalau dirinya buta warna saat sudah remaja. Responnya, hampir semua menangis karena cita-cita yang mereka impikan melampirkan keterangan "tidak boleh buta warna" , yang berarti kandas dong. Bahkan ada yang karena tidak percaya, datang lagi keesokan harinya dengan orangtuanya. Saya sih sudah hampir takut-takut orangtuanya bakal marah seperti yang pernah saya alami sebelumnya, dimarahin orangtua anak buta warna menuduh tesnya salah. Mereka tidak percaya, bagaimana bisa si anak buta warna padahal dirinya dan istrinya tidak.
Pemeriksaan buta warna ini cukup mudah dan meriah. Salah satunya menggunakan buku ishihara, si pasien menyebutkan secara cepat angka yang tertera pada plate (lembar) ataupun mengurutkan jalan keluar dari satu titik ke titik lain (seperti ular). Bila dia salah menyebutkan atau tidak tahu angka berapa yang tertera, berarti dia buta warna. Dengan catatan: si pasien tidak buta aksara ataupun disleksia.
Salah dua, tiga dan seterusnya seperti di bawah.
Salah dua, tiga dan seterusnya seperti di bawah.
Plate di buku ishihara (http://www.colorblindnessfacts.com/wp-content/uploads/2013/02/g-580x350.jp) |
Nah, kalau yang diperiksa adalah balita, bagaimana caranya?
Tiap kali tahun ajaran baru, pasti saya kebagian pemeriksaan kesehatan para pelajar. Untuk pelajar yang masuk SD, SMP, dan SMA sih gampang-gampang saja. Nah begitu kebagian pelajar yang mau masuk TK ini, gampang-gampang susah berhubung yang ada di klinik adalah plate ishihara yang berisi angka. Beruntung kalau dapat anak yang sudah diajari warna ataupun angka oleh orangtuanya jadi meski memakan waktu lebih lama, hasilnya bisa jelas si anak buta warna atau tidak. Itu pun belum lagi terkendala si anak "malu-malu kucing". Kalau sudah agak lama dan si anak belum-belum bisa, akhirnya saya tulis saja "tidak dapat dievaluasi". Sayang sebenarnya, mengapa? Mengetahui buta warna sejak dini sangat diperlukan orang tua sehingga bisa mempersiapkan mental anak bahwa dirinya sedikit berbeda dengan yang lain dan juga mempersiapkan pandangan karir ke depannya sehingga tidak mengecewakan si anak kalau yang menghambat bukan dari intelegensianya. Buta warna yang di alami pun bisa menyebabkan stigma bahwa si anak "bodoh dan tidak teliti" serta menghambat proses belajar seandainya orang tua tidak mengetahuinya sejak dini.
Tiap kali tahun ajaran baru, pasti saya kebagian pemeriksaan kesehatan para pelajar. Untuk pelajar yang masuk SD, SMP, dan SMA sih gampang-gampang saja. Nah begitu kebagian pelajar yang mau masuk TK ini, gampang-gampang susah berhubung yang ada di klinik adalah plate ishihara yang berisi angka. Beruntung kalau dapat anak yang sudah diajari warna ataupun angka oleh orangtuanya jadi meski memakan waktu lebih lama, hasilnya bisa jelas si anak buta warna atau tidak. Itu pun belum lagi terkendala si anak "malu-malu kucing". Kalau sudah agak lama dan si anak belum-belum bisa, akhirnya saya tulis saja "tidak dapat dievaluasi". Sayang sebenarnya, mengapa? Mengetahui buta warna sejak dini sangat diperlukan orang tua sehingga bisa mempersiapkan mental anak bahwa dirinya sedikit berbeda dengan yang lain dan juga mempersiapkan pandangan karir ke depannya sehingga tidak mengecewakan si anak kalau yang menghambat bukan dari intelegensianya. Buta warna yang di alami pun bisa menyebabkan stigma bahwa si anak "bodoh dan tidak teliti" serta menghambat proses belajar seandainya orang tua tidak mengetahuinya sejak dini.
Sebagai contoh:
1. Budi sedang membaca buku pelajaran. Pada buku pelajarannya tertera perintah untuk menggambar garis menuju bola berwarna merah. Sementara ada beberapa pilihan warna bola, misal coklat yang hampir mirip dengan warna merah. Alhasil, Budi mencoba menebak-nebak. Saat seperti ini, biasanya si guru mengingatkan untuk lebih teliti lagi dan tidak asal. Padahal, Budi berusaha dengan benar-benar
2. Seorang guru menulis di papan tulis berwarna hijau menggunakan kapur berwarna kuning pada saat siang hari yang mengakibatkan kontrasnya warna agak hilang. Alhasil, Budi melihat catatan temannya.
3. Ani, murid pintar diminta gurunya untuk mengambil buku berwarna biru kehijauan di atas meja gurunya. Saat akan mengambil, dia agak kesulitan mendapati buku tersebut di antara tumpukan buku lainnya
4. Saat kita mengajari si anak warna. Anak yang buta warna pasti kebingungan saat orangtua ataupun gurunya menjelaskan warna yang berbeda padahal dalam pandangannya, beberapa warna itu sama sehingga mengakibatkan si orangtua ataupun guru menganggap anak ini lambat menerima. Kasihan kan...