Saturday, April 18, 2015

Mempersiapkan Si Kecil untuk Liburan .... edisi Liburan Ke Hamburg#pre-Day

Ini adalah curhatan saya saat akan liburan ke Hamburg. Perjalanan yang sudah direncanakan dengan matang, ternyata agak sedikit berantakan karena kondisi si kecil yang tiba-tiba sakit..

Libur tlah tiba...libur tlah tiba
Hore...hore...hore

Saat musim libur sekolah biasanya adalah hari yang dinanti-nantikan. Kita sudah mempunyai beberapa rencana apa yang akan dilakukan, tapi bagaimana saat menjelang berangkat, tiket pesawat, kereta sudah terlanjur di beli, anak kita sakit. Tetap berangkat atau ditunda?
Kami....termasuk orang yang nekat tetap berangkat.
_________________________________________________________________________________
Sebenarnya kami sudah merencanakan perjalanan ke Hamburg ini sudah sejak awal kedatangan saya. Suami mempunyai kawan akrab orang Turki yang berada di Hamburg.dan dia mengundang kami untuk datang bahkan sampai mau membayari tiket kereta karena dipikir kami tidak mau ke sana. Saking seringnya kami menunda-nunda sampai akhirnya frekuensi ditanya oleh sahabatnya ini berkurang. Bosan mungkin.
Dan...akhirnya kami memaksakan untuk datang. Apalagi momennya pas, tanggal 28 Maret -11 April kemarin adalah hari libur anak-anak sekolah. Les bahasa libur, lab tempat suami juga banyak yang libur, jadi tidak merasa bersalah kalau tidak masuk lab. 

Perjalanan ke Hamburg sendiri ini adalah perjalanan singkat (kurang lebih 2 jam dengan kereta cepat ICE) dan cukup mudah bagi kami yang mempunyai balita. Perjalanan perdana si kecil sendiri pada saat umurnya 40 hari dari Jawa Timur-Jakarta-Lampung, Sedangkan sekarang sudah hampir 2 tahun, jadi agak sedikit lebih ringan. Dulu perjalanan pertama kali memang agak was-was, apalagi pengalaman anak sahabat umur 1 tahunan yang jatuh sakit sampai meninggal karena penyakit paru meskipun perjalanannya pendek hanya dari Mojokerto ke Surabaya dengan naik mobil.  Alhasil sekarang ini, setiap akan melakukan perjalanan si kecil selalu menjadi prioritas nomor satu.

1. Menentukan transportasi yang digunakan
Kami membeli tiket kereta secara online melalui www.ltur.com (situs ini menjual tiket lebih murah dan memang identik dengan tiket last minute) untuk tanggal 3 April jam 06.00 dan pulang kembali tanggal 7 April jam 06.00 dengan harga total hampir 54 euro untuk 2 orang dewasa dan 1 bayi (untuk bayi kurang dari 2 tahun masih free) plus kami juga dikenai tambahan 9 euro/1x perjalanan untuk pemesanan tempat duduk (reservierung) mengingat saat itu adalah hari libur (kemungkinan akan banyak orang yang liburan) dan kami membawa si kecil (kami tetap ingin suasana yang nyaman untuk si kecil meski dompet pas-pasan). Keuntungan membeli tiket melalui Ltur.com ini, kita bisa melakukan reservierung dan pembayaran 9 euro atas nama anak/bayi kita namun kita bisa mendapat 3 tempat (untuk 2 orang dewasa dan 1 untuk anak).

Sebenarnya ada penawaran menarik dari LinienBus Berlin (klik www.berlinlinienbus.de) perjalanan ke Hamburg ab 7 euro (sekarang sudah ab 9 euro), lebih murah. Tapi perjalanan dengan bus ini "tidak begitu ramah" bagi kami yang membawa kinderwagen sebab akan dikenai ongkos lagi, jadi kami lebih memilih naik kereta (kalau begini, inginnya jadi pengantin baru lagi hehe...)

2. Mempersiapkan kondisi/stamina 
Perjalanan ke Hamburg masih semingguan lagi, tidak disangka empat hari sebelum berangkat si kecil mulai demam. Dua hari untuk sementara masih saya rawat di rumah, tapi karena demamnya naik turun dan takut ada apa-apa, hari ke tiga kami bawa ke dokter. Nah perjalanan mencari dokter ini menjadi nostalgia bagi kami berdua. 

Sebenarnya saya merencanakan "Me Time". Sudah lama saya ingin mengunjungi beberapa tempat dan mengeksplor Berlin tapi selalu terbentur les dan kalau sudah menjemput si kecil dari Kindergarten bawaannya malas atau palingan jalan-jalan sekitar rumah. Bukan apa-apa, masalahnya si kecil ini termasuk anak rewel (mungkin karena belum bisa bicara dengan jelas, jadi dia sering mengutarakan keinginannya dengan jalan menangis. Si kecil ini punya keinginan kuat, jadi kalau ingin sesuatu harus dituruti. Sedangkan kami tidak membiasakan memakai "empong". Jadi kalau menangis, suaranya nyaring dan bisa 1 bus TXL dengar semua). Pernah suatu saat menjemput Abinya dari bandara, si kecil menangis sepanjang perjalanan dari Bandara-Halte dekat rumah dan membuat semua mata memandang sinis ke arah (haha, saya tidak memperhatikan cuma terasa saja seperti menusuk.lebay). Pada dasarnya orang Jerman ini senang sama anak kecil tapi kalau sudah nangis, mereka juga sebal. Jadinya......gagal rencana untuk keliling Berlin (Loh..cerita semakin menjauh).
Ternyata sejak hari Senin malam si kecil mulai menunjukkan tanda-tanda demam, (minggu sebelumnya sudah mulai batuk dan pileknya). Kata orang-orang sih kalau sudah mulai masuk kindergarten siap-siap saja anaknya sering sakit karena tertular. Memang benar sih, kapan hari pas Kindergarten (KG) si kecil libur 3 hari, batuk dan pileknya akhirnya berhenti, dan saat masuk, aku sempat melihat teman sepermainannya ada yang pilek(wah alamat ini...dan ternyata ketularan lagi deh).. Kuputuskan hari selasa tidak usah ke KG (cukup satu hari dulu deh toh biasanya sudah sembuh). Banyak minum, banyak breastfeeding, makannya agak susah. Ternyata sampai hari rabu malam demam si kecil ini belum turun-turun juga bahkan sampai lebih 39 derajat . Si Abinya sudah mulai ngomel-ngomel menyuruh untuk memberi obat, paracetamol. Tapi, saya masih bertahan, toh si kecil dulu pernah punya pengalaman demam hingga 39,5 derajat tanpa obat dan alhamdulillahnya dia tidak punya riwayat Kejang Demam. 

NB:Tapi jangan karena berusaha untuk meng"alami"kan anak jadi PANTANG terhadap obat ya. Sebab setiap anak memiliki kondisi kesehatannya sendiri-sendiri. Sebagai contoh: cucu tetangga saya, demam 38 derajat saja sudah kejang. Jadi lebih baik konsultasikan dulu dengan dokter "yang terbaik bagi si kecil"

Saya periksa si kecil dulu dengan lebih seksama, ada bintik-bintik merah di sekitar mulut, lihat telapak tangan dan kaki (saya curiga HFMD) tapi tidak ada bintik-bintik merah, BAB dan kencingnya biasa dan normal well, saya yakin ini virus. (Saya sendiri tidak curiga ke arah Demam Berdarah sebab di sini jarang sekali lihat nyamuk dan kasusnya juga kecil). Tapi saya memutuskan kalau sampai hari Kamis (hari ketiga) demam belum turun, saya bawa ke Kinderarzt minimal untuk minta second opinion (sebenarnya saya juga mau minta periksa lab untuk meyakinkan saja. Tapi di sini tidak seperti di Indonesia, dimana pasien bisa minta ke dokter, apalagi kalau pasien merasa membayar) Semua sesuai dengan prosedur dan apa yang dipelajari saat kuliah dahulu. Jangan harap bisa pada saat pertemuan pertama meski kita bilang itu demam hari ke tiga. Bahkan dari beberapa omongan orang, dokter di Jerman ini tidak akan melakukan pemeriksaan lanjutan kalau pasiennya tidak hampir sekarat (agak sarkastik, mungkin maksudnya sampai muncul tanda-tanda jelas ke arah penyakitnya. Hmm, agak ngeri juga).
Benar, demam masih belum turun juga, bahkan hampir tiap malam, demam semakin tinggi. Akhirnya hari Kamis pagi  kami harus membawa ke dokter. Suami sempat mengajukan usul agar di Hamburg saja periksanya, tapi saya tidak mau, saya ingin agar saat berangkat kondisi si kecil sudah membaik dan mengingat juga hari Jumat adalah Feier Tag dimana semua kecuali transportasi dan rumah sakit besar tutup. Sehingga, ada kemungkinan para dokter juga libur seperti kejadian saat libur menjelang natal. Benar saja, meskipun kami sudah mencoba berangkat pagi sekali dengan maksud supaya dapat antrian awal di dokter anak dekat rumah yang biasanya banyak pasien, ternyata tidak ada jadwal praktek. Si dokter sudah libur duluan sampai masuk sekolah nanti. Akhirnya kami putuskan ke tempat dokter anak biasanya, ternyata juga libur (heran deh, dokter di sini banyak liburnya. Sudah beberapa kali saya lihat jadwal praktek libur walaupun tidak di hari libur yang panjang. Coba kalau di Indo, sudah diprotes nih sama pasiennya). Agak kesal juga apalagi ditambah cuaca tidak bersahabat, cerah tapi hujannya deras (Aneh, tiap kali si kecil mengalami kejadian agak parah seperti dulu saat jarinya terjepit pintu dan kami harus membawa ke dokter, cuaca tidak bersahabat, dulu hujan es dan angin, sekarang hujan angin, apalagi kami belum punya kendaraan pribadi tapi inilah pengalaman hidup). 

Untungnya ada dokter pengganti dan beda cuma 4 blok. Akhirnya kami ke sana, Karena jadwal praktek baru buka jam 8, kami memutuskan menunggu di luar. Jam 08.00 kami tidak langsung masuk, kami menelpon dulu untuk memastikan. Setelah memastikan dan membuat janji kami masuk. Dokter anak yang praktek ditempat ini ada 2 orang, yang satu dokter yang sudah spesialis anak, yang satu mungkin dokter magang spesialis anak (sistem spesialisasi di sini berbeda dengan Indonesia.). Ruangan praktek dokter ini berada di wohnung yang tua.Sistem pelayanannya ternyata sama seperti di Indonesia, kami harus menunggu 2 jam sampai dokternya siap, dan si abi sudah tidak sabar dan harus segera ke lab. Tinggalah saya sendirian dengan bahasa jerman yang masih terbatas. Oiya, menariknya penataan ruangan di dokter anak ini di ruang tunggunya selain dengan gambar lucu-lucu juga banyak mainan. Fiuuuh, akhirnya jam 10 lebih , si kecil dipanggil dan tetap tidak langsung bertemu dokter, kami harus menunggu dulu di ruang perantara kurang lebih 10-15 menit, biasanya saat menunggu si dokter ini, perawat minta orang tua untuk mempersiapkan anaknya, misal membuka baju. Setelah itu si dokter ataupun perawat memanggil masuk. Si dokter menyambut ramah dan menjabat tangan (prosedural dan tata krama yang harus dilakukan seorang dokter). Saya bilang, si kecil sudah demam 3 hari, batuk dan flu. dan saya juga mengkonsultasikan kelenjar di lehernya. Setelah dia periksa semua, dia mengatakan tidak apa-apa, ditunggu kalau belum ada perubahan bisa kembali lagi. Saya mengatakan sudah punya obat paracetamol dan ambroxol, ok dia cuma menambahkan obat untuk pileknya yang localized (tetes hidung). No Lab. 
Tidak apalah toh saya juga tahu apa yang harus saya lakukan dan si dokter juga punya kesimpulan yang sama dengan saya. Saya juga meminta opini dia kapan mulai memberikan paracetamol, dia menyarankan kalau suhu di atas 39 derajat. Di dokter yang terakhir ini kami tidak dikenai biaya tambahan, semua sudah di cover oleh asuransi termasuk obat yang diresepkan. Pagi harinya kami berangkat dengan kondisi demam si kecil turun.

3. Mempersiapkan koper dan barang bawaan
Kami melakukan traveling tidak ala backpackeran, tetapi selalu kami usahakan membawa seringkas mungkin tapi lengkap. Biasanya tiap kali perjalanan kami membawa 3 tas. 1 tas ransel untuk barang-barang si bapak, 1 koper untuk barang saya dan si kecil, dan  1 tas ransel kecil yang saya bawa untuk barang-barang yang akan dipakai sepanjang perjalanan. 
Selain itu ada 3 tas kecil yang wajib saya bawa: 
  • 1 tas kecil berisi peralatan mandi kami semua termasuk sikat cuci botol susu si kecil. 
  • 1 tas kecil berisi obat-obatan dan termometer serta alat hisap mucus. Obat-obatan yang saya umumnya saya bawa, paracetamol sirup dan rectal, obat muntah sirup, minyak telon atau minyak kayu putih, jamu tolak angin (yang saya beli di Indonesia), kompres dahi dan karena si kecil sakit, saya tambah ambroxol dan tetes hidung. 
  • Terakhir, 1 tas berisi 2-3 popok, tissue basah dan kresek untuk membuang popok bekas yang bisa di beli di DM (kresek ini beda dengan kresek biasanya untuk tempat sampah. Kresek ini dilengkapi dengan parfum jadi kalau popok bekas pup tidak terlalu berbau). 
1 tas kecil berisi peralatan mandi saya letakkan dalam koper karena tidak terlalu digunakan dalam perjalanan. Ini kondisional. Kalau perjalanan yang kami lakukan agak lama dan ada transitnya, biasanya kami bedakan lagi antara peralatan mandi yang stable dan yang darurat. Peralatan mandi darurat ini biasanya kami bagi ke wadah-wadah kecil yang bisa di beli di DM. Jadi lebih praktis. 
2 tas kecil penting lainnya saya masukkan ke dalam tas ransel yang saya bawa plus botol susu dan celemek makan. Jadi kalau ada perlu apa-apa tinggal buka ransel ajaib ini. 
1 lagi kebiasaan kami adalah membawa payung, tissue gulungan dan botol air (mineralwasser) yang harus selalu ada di kinderwagen dan tidak pernah dikeluarkan. 
  • Payung; mengingat cuaca di Jerman yang tidak bisa diprediksi. Bisa tiba-tiba hujan turun. (kami tidak terlalu memperhatikan prakiraan cuaca)
  • Tissue; karena si kecil yang sering belepotan dan sering meler
  • Botol air; kami adalah pejalan kaki yang sering haus tapi harus menghemat uang (pajak untuk benda cair di Jerman adalah yang paling mahal lho)
Saya sendiri tidak terlalu membawa banyak baju, 2 pasang dan 1 pasang baju untuk tidur. Hampir 1 koper barangnya si kecil. Psst...kopernya kami ambil dari tetangga. Mungkin dia sudah beli baru lagi. Lumayan, 2 kopernya masih bagus, satu koper besar dan 1 koper ukuran handbag.

Semua sudah siap...tinggal menunggu keadaan si kecil untuk malam ini....
Tiga tas siap ... (apakah terlalu banyak untuk 4 hari ke Hamburg?)







No comments:

Post a Comment